HALLO UPDATE – Menjelang pemilu 2024 tensi politik akan semakin naik.
Hal ini bisa dilihat dari pemberitaan media-media yang memberitakan berbagai perseteruan, saling sindir, saling lapor dan saling menjatuhkan.
Wajar jika Sebagian masyarakat beropini bahwa politik itu jahat karena nuansa demokrasi di Indonesia penuh dengan hingar bingar budaya saling menjatuhkan, korup, money politik dan lain-lain.
Menjelang pemilu 2024 KPK nampaknya akan lebih banyak menangani kasus-kasus terkait dengan personil-personil partai.
Ini sejalan dengan investigasi yang dilakukan oleh majalah Tempo mengenai dugaan adanya upaya kriminalisasi Anies Baswedan oleh ketua KPK Firli Bahuri.
Dengan mendesak satuan tugas penyelidik agar menaikan status kasus Formula E ke tahap penyelidikan.
Dengan mudah pengamat membaca bahwa ini upaya jegal Anies Baswedan untuk menjadi calon presiden di Pemilu 2024.
Satu pekan terakhir kinerja KPK menangani kasus korupsi dana Otsus yang dilakukan oleh Lukas Enembe, dan Anies Baswedan terkait Formula E.
Terakhir adalah Chandra Tirta Wijaya dari partai Ummat yang diduga terlibat kasus dugaan suap pengadaan armada pesawat Airbus pada PT GI (Garuda Indonesia) Tbk 2010-2015.
Semua kasus tersebut sarat dengan muatan politik. Hal ini memberikan kesan bahwa KPK sedang mengerjakan pesanan pihak-pihak tertentu.
Seandainya terbukti tidak bersalah pun secara politik orang-orang yang ditargetkan telah kehilangan fokus untuk menjalankan kiprah politiknya.
Untuk menjaga integritas dan maruah KPK maka sudah seharusnya Dewan Pengawas KPK turun untuk menginvestigasi jika ada kepentingan-kepentingan politik pesanan dari pihak lain terutama pihak yang sedang berkuasa saat ini.
Jika ini benar maka ini sudah termasuk Abuse of Power. Jangan sampai KPK ini menjadi tukang pukul penguasa baik itu partai pendukung pemerintah ataupun presiden itu sendiri untuk menyingkirkan lawan-lawan politik.
Ini sangat berbahaya bagi masa depan demokrasi Indonesia. Artinya negara ini dijalankan dengan cara-cara mafia.
KPK ditunggu prestasinya untuk menuntaskan kasus-kasus besar yang hingga saat ini belum selesai.
Banyak penggunaan anggaran-anggaran yang disinyalir rentan adanya penyalahgunaan.
Seperti dana PEN yang dalam laporan BPK terdapat banyak temuan, proyek vaksinasi yang menghabiskan dana Rp. 35,1 triliun tahun 2020 dan Rp. 57,84 triliun di tahun 2021.
Anggaran 400 orang tim bayangan Nadiem Makarim, dan lain-lain yang seharusnya dibongkar oleh KPK.
KPK pun tidak boleh berpangku tangan saat terjadi kejanggalan yang memperlihatkan adanya ketidakadilan dalam pemberian hukuman terhadap para koruptor.
Seperti yang terjadi pada pembebasan Pinangki yang seharusnya dihukum 10 tahun tapi sunat menjadi 4 tahun.
Jika memang KPK concern dengan tegaknya keadilan maka kejanggalan-kejanggalan ini tidak boleh dibiarkan.
Opini: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute.***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Hallo Media Network, semoga bermanfaat