SEKTOR pariwisata Indonesia kini tak hanya menarik wisatawan mancanegara, tapi juga menjadi sasaran empuk kartel narkotika internasional.
Dalam periode Juni–Juli 2025, Badan Narkotika Nasional (BNN) menyita 561 kilogram narkoba dari 84 kasus — salah satunya upaya penyelundupan kokain dari Brazil ke Bali.
Namun di balik angka dan kronologi, tersembunyi narasi yang lebih besar: Indonesia telah masuk radar ekspansi strategis kartel Amerika Latin, dengan Bali sebagai “pasar baru” yang seksi dan menguntungkan.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Tersangka Migas Riza Chalid Terpantau di Malaysia, Paspor Sudah Dicabut
SBY Kelelahan dan Dirawat: Retret Pacitan, Lagu Lingkungan, dan RSPAD
Bongkar Skandal Korupsi BRI, KPK Sita Rp28 Miliar dari 7 Lokasi!

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kokain, Destinasi, dan Kartel: Tiga Serangkai Baru di Asia Tenggara
Komisaris Jenderal Polisi Marthinus Hukom, Kepala BNN, tak lagi berbicara dalam bahasa eufemisme.
“Kita menghadapi gerakan sistemik dan masif. Kartel Amerika Latin kini menyasar pusat-pusat wisata di Indonesia sebagai pangsa pasar baru kokain,” ujar Marthinus di Gedung BNN, Rabu (30/7/2025).
Satu kasus mencolok terjadi pada 13 Juli 2025: seorang warga negara Brazil ditangkap saat menyelundupkan kokain melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.
Baca Juga:
Gagal Diperiksa KPK, Khofifah Tunggu Pemanggilan Ulang yang Tak Datang
Khalid Basalamah dan Uhud Tour Masuk Radar KPK Kasus Kuota Haji
“Intensitasnya meningkat. Ini bukan lagi kebetulan atau upaya sporadis,” lanjutnya.
Data resmi BNN menunjukkan pola yang konsisten: modus penyelundupan kini menyasar kawasan dengan arus turis tinggi, celah pengawasan longgar, dan permintaan pasar yang tumbuh — terutama di Bali, Lombok, dan Jakarta.
Dari Kolombia ke Kuta: Logistik Kartel yang Terdesentralisasi
Ekspansi kartel narkotika Amerika Latin ke Asia bukan fenomena baru. Namun, meningkatnya volume kokain yang masuk ke Indonesia menjadi sinyal kuat bahwa mereka telah beradaptasi dengan lanskap baru.
Menurut laporan Global Initiative Against Transnational Organized Crime (2024), kartel seperti Sinaloa dan Clan del Golfo mengalami tekanan di Amerika Utara akibat kebijakan keras Pemerintah Amerika Serikat, termasuk penetapan mereka sebagai organisasi teror asing.
Baca Juga:
Buron Paulus Tannos Tetap Ditahan, Sidang Ekstradisi Digelar Juni
Korupsi Hibah Pokmas Jatim, Jejak Uang Haram di Gedung Dewan
Akibatnya, Asia Tenggara — dengan celah hukum dan sistem pengawasan yang belum solid — menjadi pelabuhan pelarian dan ladang bisnis baru.
Indonesia, sebagai poros maritim dan magnet wisata, menawarkan infrastruktur logistik yang “menggiurkan”.
561 Kilogram, 84 Kasus, dan 136 Tersangka: Angka yang Mengeras
Selama dua bulan terakhir, BNN dan mitra instansi keamanan lainnya telah mengungkap 84 kasus narkoba dengan total 561 kilogram barang bukti — mencakup sabu, ganja, heroin, dan kokain.
Dari total 136 tersangka, 7 di antaranya adalah warga negara asing berkebangsaan Malaysia, Brazil, dan Afrika Selatan.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Daerah operasi tersebar dari Aceh hingga Bali, dari Kepulauan Riau hingga Kalimantan Barat.
“Jaringan ini tidak hanya lintas negara, tapi juga lintas sektor — melibatkan kurir ekspedisi, penyelundup individu, hingga penyusupan lewat logistik pariwisata,” tegas Marthinus.
Kurir Wisata: Wajah Baru Perang Narkoba Global
Pergeseran modus operandi juga patut dicermati. BNN mengungkap beberapa pola baru:
1. Kurir kokain menyamar sebagai turis.
2. Penyelundupan via jalur udara komersial, terutama maskapai internasional.
3. Barang disembunyikan dalam koper, alat olahraga, atau dibungkus dalam tubuh (body packing).4. Penggunaan ekspedisi logistik internasional sebagai “kuda troya”.
Menurut Marthinus, turis asing yang masuk ke Indonesia kini bukan hanya berpindah fisik, tetapi juga membawa “ide dan motif kejahatan”.
Indonesia menerima lebih dari 10 juta wisatawan mancanegara setiap tahun. Tanpa sistem pengawasan yang adaptif, angka ini bukan hanya peluang ekonomi, tetapi juga potensi bencana.
Kelemahan Sistemik di Gerbang Masuk Indonesia
Indonesia bukan hanya negara tujuan wisata, tapi juga jalur transit perdagangan ilegal. Ini diperparah dengan infrastruktur pengawasan yang belum responsif terhadap dinamika sindikat internasional.
Pakar keamanan regional dari RSIS, Tiongkok Lim, dalam analisisnya untuk The Diplomat (2025), menyebut Indonesia sebagai “soft belly” dalam arsitektur keamanan Asia Tenggara.
“Protokol keamanan bandara Indonesia belum sepenuhnya selaras dengan standar global seperti di Singapura atau Jepang. Ini membuat Indonesia menjadi titik masuk potensial bagi kartel Amerika Latin,” ungkapnya.
BNN Melawan, Tapi Siapa di Belakang Mereka?
Di tengah segala keterbatasan, BNN tetap menggeliat. Operasi gabungan, pengawasan intensif, dan teknologi deteksi makin ditingkatkan.
Namun tantangan utama bukan hanya soal operasional, melainkan politikal dan struktural:
1. Anggaran negara untuk pemberantasan narkoba masih terbatas.
2. Koordinasi antar-lembaga kerap terhambat ego sektoral.
3. Belum ada skema nasional untuk pengawasan wisatawan high-risk.
Marthinus menekankan pentingnya public accountability dalam penggunaan anggaran negara untuk perang melawan narkoba.
“Kami hadir bukan hanya untuk menangkap, tapi untuk memastikan uang rakyat digunakan secara bertanggung jawab,” ujarnya tegas.
Pariwisata Butuh Proteksi, Bukan Ilusi
Selama ini, narasi pariwisata di Indonesia selalu dibungkus dalam euforia ekonomi: investasi, kunjungan, dan geliat UMKM.
Namun kini saatnya untuk membuka lapisan lain: keamanan.
Tanpa proteksi menyeluruh, pariwisata bukan lagi kekuatan ekonomi, melainkan celah untuk krisis sosial dan kriminal.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif perlu merumuskan ulang strategi.
Sistem rating keamanan destinasi, audit terhadap jasa akomodasi, dan pelatihan sektor hospitality dalam mendeteksi modus kriminal bisa menjadi langkah awal.
Indonesia Harus Belajar dari Tiongkok dan Portugal
Beberapa negara punya pendekatan berbeda tapi efektif. Tiongkok membangun sistem pengawasan berbasis AI untuk pelacakan penumpang di bandara.
Portugal memilih pendekatan rehabilitatif dan dekriminalisasi dengan peningkatan sistem monitoring berbasis komunitas.
Indonesia bisa mengambil pelajaran dari keduanya.***
empatkan untuk membaca berbagai berita dan informasi seputar ekonomi dan bisnis lainnya di media Arahnews.com dan Haloagro.com.
Simak juga berita dan informasi terkini mengenai politik, hukum, dan nasional melalui media Sentranews.com dan Indonesiaraya.co.id.
Informasi nasional dari pers daerah dapat dimonitor langsumg dari portal berita Hellojateng.com dan Hariankarawang.com.
Untuk mengikuti perkembangan berita nasional, bisinis dan internasional dalam bahasa Inggris, silahkan simak portal berita Indo24hours.com dan 01post.com.
Pastikan juga download aplikasi Hallo.id di Playstore (Android) dan Appstore (iphone), untuk mendapatkan aneka artikel yang menarik. Media Hallo.id dapat diakses melalui Google News. Terima kasih.
Kami juga melayani Jasa Siaran Pers atau publikasi press release di lebih dari 175an media, silahkan klik Persrilis.com
Sedangkan untuk publikasi press release serentak di media mainstream (media arus utama) atau Tier Pertama, silahkan klik Publikasi Media Mainstream.
Indonesia Media Circle (IMC) juga melayani kebutuhan untuk bulk order publications (ribuan link publikasi press release) untuk manajemen reputasi: kampanye, pemulihan nama baik, atau kepentingan lainnya.
Untuk informasi, dapat menghubungi WhatsApp Center Pusat Siaran Pers Indonesia (PSPI): 085315557788, 087815557788.
Dapatkan beragam berita dan informasi terkini dari berbagai portal berita melalui saluran WhatsApp Sapulangit Media Center