7 Tantangan Besar Indonesia 2023: Demokrasi Harus Bisa Diselamatkan

Avatar photo

- Pewarta

Rabu, 21 Desember 2022 - 09:12 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi Demokrasi. (Dok. Halloupdate.com/M. Rifai Azhari)

Ilustrasi Demokrasi. (Dok. Halloupdate.com/M. Rifai Azhari)

HALLOUPDATE.COM – Menjelang akhir tahun ini kita dihantui oleh berbagai ketakutan untuk bangkit sebagai bangsa beradab.

Yuks, dukung promosi kota/kabupaten Anda di media online ini dengan bikin konten artikel dan cerita seputar sejarah, asal-usul kota, tempat wisata, kuliner tradisional, dan hal menarik lainnya. Kirim lewat WA Center: 087815557788.

Ketakutan ini beralasan sebab sampai saat ini, misalnya, kepastian tentang tegaknya konstitusi kita begitu rentan dari peremehan.

Baik dari pemimpin lembaga tinggi negara, pejabat negara maupun organisasi massa yang dimobilisasi penguasa.

Ini terkait dengan kepastian pemilu yang sudah diatur oleh UUD 45, namun dilanggar sendiri oleh mereka yang ingin mempertahankan Jokowi sebagai presiden, baik dengan perpanjangan maupun tambah satu periode lagi.

Ketakutan lainnya adalah ketimpangan sosial antar daerah dan antara lapisan masyarakat, yang juga disertai kemiskinan.

Ketika pandemi Covid-19 terjadi, negara sibuk menyelamatkan kekayaan orang orang kaya.

Restrukturisasi hutang orang-orang kaya di era pandemi, misalnya, menyelamatkan performance bank dengan NPL (Non Performing Loan) yang dikendalikan normal.

Namun resiko bank akan parah pada waktunya akibat utang nasabah akan terus membesar nantinya.

Dalam hal demokrasi dan kebebasan sipil kita dihantui dengan UU KUHP yang kurang beradab. PBB mengkritik 7 pasal yang anti demokrasi dan feodal.

Jikalau aparat kepolisian seperti satgasus tidak hilang dari muka bumi, maka UU KUHP itu akan jadi legitimasi aparat menangkap sebanyak-banyaknya musuh politik penguasa.

Banyak hal yang menjadi tantangan ke depan. Kita akan menguraikannya dalam 7 tulisan berseri.

Yakni 1) Demokrasi Harus Di Selamatkan; 2) Ketimpangan sosial dan Kemiskinan; 3) Kepemimpinan Ideal; 4) Agenda Anti Korupsi; 5) Anti Islamophobia; 6) Kedaulatan Bangsa dan Geopolitik; 7. Persatuan Nasional

2

Kita mulai dari seri ke-1,

  1. Demokrasi Harus Diselamatkan

Demokrasi harus diselamatkan. Apa itu? Menyelamatkan demokrasi mengandung beberapa hal yang wajib dilakukan oleh sebuah negara.

Pertama, pelaksanaan pemilu secara periodik, jujur dan adil serta tepat waktu.

Kedua, mengembalikan fungsi parlemen sebagai kontrol terhadap eksekutif.

Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.

Ketiga memastikan berfungsinya kebebasan sipil. Pelaksanaan pemilu tepat waktu secara periodik 5 tahunan diperlukan untuk menghasilkan adanya kepemimpinan baru pada eksekutif dan legislatif.

Konstitusi kita mengatur secara tegas hal itu dan membatasi masa jabatan presiden hanya boleh dua kali saja.

Namun, sebagaimana kita ketahui belakangan ini berbagai upaya dari kelompok-kelompok anti demokrasi berusaha melumpuhkan rencana pemilu

Dengan berbagai usulan perpanjangan masa jabatan presiden Jokowi, maupun isu dukungan Jokowi 3 periode.

Kelompok ini bukanlah kelompok kecil, sebab menyangkut keterlibatan berbagai pimpinan lembaga negara maupun anggota kabinet

Serta ketua partai politik yang terhubung dengan kekuasaan Jokowi atau bahkan Jokowi itu sendiri.

Bahkan, terakir ini ramai diberitakan bahwa KPU, sebagai institusi penyelenggara pemilu, mulai terlibat dalam melakukan kecurangan saat verifikasi parpol peserta pemilu.

Menyelamatkan demokrasi dalam kaitan kepastian pemilu merupakan keharusan bagi Indonesia yang kultur feodalisme masih berakar kuat pada budaya masyarakat kita.

Kultur ini cenderung memberikan ruang pada pengkultusan individu pemimpin dan pada akhirnya membuka peluang munculnya tiran dalam kepemimpinan negara.

Kita sudah menyaksikan Sukarno dan Suharto menjadi presiden yang menjelma menjadi tiran, dengan menyatakan diri sebagai “bapak” rakyat dan bapak pembangunan

Dan atas legitimasi itu, kemudian menyingkirkan lawan-lawan politiknya secara kejam.

Fenomena pengkultusan akan terus berulang jika pembatasan masa jabatan presiden ini tidak dilakukan.

Misalnya yang terbaru, kita melihat berbagai media memberitakan pernyataan Ketua Umum Projo, relawan pendukung Jokowi, yang menyatakan bahwa masyarakat Indonesia Timur mendukung Jokowi jadi presiden seumur hidup.

Pernyataan ini bahkan terjadi Ketika Jokowi baru-baru ini sudah memberikan pengarahan terkait pemilu kepada KPU dan Bawaslu.

Pernyataan Menkopolhukan terkait kepastian jadwal pemilu di hadapan CEO Forum di istana dan bahkan Ketika Sri Mulyani merilis berita negara telah memberikan rumah bagi Jokowi sebagai hadiah purna presiden nantinya 2024.

Feodalisme bukan saja terjadi karena sang presiden, tapi juga sangat dipengaruhi kepentingan pribadi orang-orang disikitarnya, serta tentu para penjilat.

Selain mencegah feodalisme dan neo-feodalisme (keinginan diakui seperti raja baru), demokrasi sesungguhnya merupakan warisan mayoritas wilayah-wilayah Indonesia ketika masa kolonial.

Meskipun demokrasi di sini lebih bercorak pada ajaran Islam yang mengharamkan pengkultusan individu dan juga bercorak egalitarian.

Dalam kaitan parlemen, kita sudah menyaksikan dalam era kepemimpinan Jokowi mayoritas anggota DPR bekerjasama dengan pemerintah, jika tidak ingin disebutkan “di bawah ketiak pemerintah”

Dalam pembuatan UU yang krusial bagi nasib negara dan rakyat, seperti UU Omnibus Law Ketenagakerjaan, UU Minerba, UU KPK, UU Pemilu, UU KUHP, dan banyak lainnya

Umpamanya, UU OBL Ketenagakerjaan yang amburadul, dikerjakan dalam waktu singkat, menunjukkan DPR tidak pernah serius melihat titik-titik lemah UU tersebut.

Faktanya, UU itu kemudian dinyatakan melanggar konsitusi UUD’45 oleh MK. Padahal, rakyat semesta telah melakukan aksi protes dengan skala besar-besaran untuk menolak sejak awalnya.

Demikian pula UU Pemilu yang begitu buruk, yakni menyangkut pembatasan PT 20% (Presidential Threshold) yang terlalu tinggi, serta pilpres yang ditentukan oleh suara rakyat yang pemilihnya di masa 5 tahun lalu.

Di seluruh dunia, pemilihan umum justru diperlukan untuk mengetahui keinginan rakyatnya menentukan presiden bersifat langsung dan kekinian.

Bukan seperti di sini, penentuan presiden ditentukan oleh suara pembentuk PT 20% dari pemilih Jokowi dan Prabowo dulu.

Revisi DPR terhadap UU KPK juga telah terbukti menghancurkan kemampuan KPK memberantas korupsi dan semakin kurang berwibawanya negara melawan koruptor saat ini.

Kita melihat fenomena terakhir ini ketika Luhut Binsar Panjaitan, yang didukung Mahfud MD, untuk memberi toleransi bagi praktik korupsi, dengan alasan ini hidup di dunia bukan di surga.

Terakhir kita melihat DPR telah mensahkan UU KUHP yang, menurut istilah Margarito Kamis, ahli hukum tatanegara, telah mundur dalam peradaban 200 tahun silam.

UU KUHP ini bahkan dikecam oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sebanyak 7 pasalnya dan juga oleh negara pro-demokrasi lainnya, seperti Amerika.

Setidaknya terdapat pasal-pasal penghinaan terhadap presiden dan jajaran pejabat negara, yang tadinya sudah dihilangkan sejak reformasi.

Kemudian juga ada pasal-pasal yang menyulitkan kebebasan berpendapat dan penegakan HAM, serta pasal perzinaan yang kurang akomodatif pada hukum Islam, dapat menjerat para ulama/kyai yang sedang menjalankan syiar Islam dengan kawin berdasarkan agama saja.

Menyelamatkan demokrasi ke depan setidaknya adalah menyelamatkan pemilu, mencari kepemimpinan bangsa yang baik, presiden dan legislative.

Menegakkan sistem “check and balance” dalam menjalankan roda negara dan mendorong adanya kebebasan sipil dalam bersyarikat dan berpendapat.

Demokrasi juga adalah sebuah kepemimpinan yang menghormati pemimpinnya, namun memastikan tidak adanya feodalisme kepemimpinan yang menjadikan pemimpin sebagai “Man Can Do No Wrong”.

Untuk itu seluruh kekuatan rakyat, baik institusi politik maupun kalangan kampus dan organisasi masyarakat harus menekan pemerintah dan penyelenggara pemilu.

Untuk tunduk pada agenda dan skedul yang ada, yakni pemilu 2024, dan menorong terwujudnya pemilu yang bersih dari ”money politics” serta bebas dari kecurangan aparatur negara.

Oleh: Syahganda Nainggolan, Direktur Sabang Merauke Circle.***

Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Hallo.id, semoga bermanfaat.

Berita Terkait

Dirinya, Jokowi, dan Bobby Nasution Dipecat PDIP dari Kader, Gibran Rakabuming Raka Beri Tanggapan
Jokowi dan Pabowo Subianto Terlihat Kompak Jelang Pelantikan, Pengamat Berikan Tangapannya
Jokowi Langsung Pulang ke Solo Usai Prabowo Subianto Dilantik Jadi Presiden RI Periode 2024 – 2029
Sekretaris Jenderal DPP Partai Amanat Nasional Kini Dipegang Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio
Prabowo Subianto Pastikan Tak Ada Intervensi Sedikitpun dari Presiden Jokowi Terkait Pilkada 2024
Kaesang Pangarep Disebut PSI Lebih Pilih Tunggu Kelahiran Anak dan Temani lstri Kuliah di Amerika Serikat
Awasi Kelanjutan Polemik RUU Pilkada yang Batal Disahkan DPR, Masyarakat Dihimbau agar Tak Lengah
Akibat Konstitusi Diakal-akalin Demi Kepentingan Politik Tertentu, Kemarahan Rakyat Muncul di Berbagai Daerah
Berita ini 2 kali dibaca
Jasasiaranpers.com dan media online ini mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release untuk institusi, organisasi dan merek/brand produk. Manajemen reputasi juga penting bagi kalangan birokrat, politisi, pengusaha, selebriti dan tokoh publik.

Berita Terkait

Rabu, 18 Desember 2024 - 07:18 WIB

Dirinya, Jokowi, dan Bobby Nasution Dipecat PDIP dari Kader, Gibran Rakabuming Raka Beri Tanggapan

Senin, 14 Oktober 2024 - 15:22 WIB

Jokowi dan Pabowo Subianto Terlihat Kompak Jelang Pelantikan, Pengamat Berikan Tangapannya

Selasa, 8 Oktober 2024 - 17:47 WIB

Jokowi Langsung Pulang ke Solo Usai Prabowo Subianto Dilantik Jadi Presiden RI Periode 2024 – 2029

Selasa, 1 Oktober 2024 - 11:17 WIB

Sekretaris Jenderal DPP Partai Amanat Nasional Kini Dipegang Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio

Senin, 26 Agustus 2024 - 14:06 WIB

Prabowo Subianto Pastikan Tak Ada Intervensi Sedikitpun dari Presiden Jokowi Terkait Pilkada 2024

Senin, 26 Agustus 2024 - 08:40 WIB

Kaesang Pangarep Disebut PSI Lebih Pilih Tunggu Kelahiran Anak dan Temani lstri Kuliah di Amerika Serikat

Sabtu, 24 Agustus 2024 - 15:12 WIB

Awasi Kelanjutan Polemik RUU Pilkada yang Batal Disahkan DPR, Masyarakat Dihimbau agar Tak Lengah

Sabtu, 24 Agustus 2024 - 13:18 WIB

Akibat Konstitusi Diakal-akalin Demi Kepentingan Politik Tertentu, Kemarahan Rakyat Muncul di Berbagai Daerah

Berita Terbaru