HALLOUPDATE.COM – Terjadi pelemahan fondasi ekonomi nasional yang semakin lama semakin buruk. Hasilnya ekonomi memang tumbuh tetapi kerdil.
PDB akan terus melambat dan sampai 2024 mendatang sepertinya akan serupa saja.
Sementara para calon presiden saat ini belum kunjung menawarkan akan membawa Indonesia seperti apa.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Di bawah ini adalah 5 artikel yang disarikan dari Diskusi Publik Awal Tahun 2023 INDEF “Catatan Awal Tahun 2023 dari Ekonom Senior INDEF”, sebagai berikut:
1. Demokrasi Politik di Era Reformasi Berjalan Sayangnya Oligarki Ekonomi Mengendalikan Politik – Prof Dr Didin S Damanhuri
2. Utang Belasan Ribu Triliun Rupiah Diwariskan Kepada Pemimpin Indonesia yang akan Datang – Prof Dr Didik J Rachbini
3. Ekspor Meningkat Lebih Cepat dari Impor, Masalahnya Mengapa Rupiah Tetap Melemah? – Dr Faisal H Basri
4. IMF Ramalkan 2023 Sepertiga Negara di Dunia akan Alami Resesi Ekonomi – Dr. M. Fadhil Hasan
5. Ancaman Krisis Pangan di Dalam Negeri pada 2023 Jauh Lebih Besar, Apalagi Jika Produktivitas Rendah – Dr M. Nawir Messi
Terakhir, rata-rata pendapatan negara melandai dibandingkan negara-negara tetangga yang pada awal pembangunannya berada pada titik yang hampir sama dengan Indonesia dulu.
Seperti Korea, China, Malaysia, Thailand. Sementara Vietnam dan Filiphina sebentar lagi akan menyusul Indonesia.
Sektor penghasil barang, memang sudah pulih dari covid 19 dan PDB pada 2022 mencapai 5,4 % lebih tinggi dari sebelum covid. Tetapi, stukturnya timpang sekali.
Yang pulih adalah sektor jasa 7% – 11%, sementara sebagian besar rakyat Indonesia masih bertumpu pada sektor pengahasil barang.
Sektor jasa hanya menopang sektor barang. seperti jasa transportasi dari hasil pertanian dan lain-lain.
Pemulihan ekonomi yang terjadi luar biasa timpang, antara sektor jasa dengan sektor barang. Ada rongga yang kian melebar dari keduanya.
Struktur ekonomi politik membuat kegiatan instan lebih utama karena medapat uang lebih mudah, cryptocurrency. dll. yang jauh dari dunia rakyat nyata.
Petumbuhan Industri manufaktur mengalami pertumbuhan yang praktis selalu lebih rendah dari PDB.
Jadi mengalami pelambatan sebelum mencapai titik optimum, dibandingkan negara lain.
Pertumbuhan industi kita merosot tajam sehingga hanya 18,3%. Sebentar lagi disalib Vietnam, tetapi jauh tertinggal dari China, Thailand dam Malaysia.
Padahal, kalau sektor industri lemah maka kelas menengah juga kana lemah – buruh formal sedikit.
Akibatnya, karena struktur manufaktur lemah maka yang bisa dijual keluar juga terbatas produk manufakturnya.
Tidak heran, jika kita menjadi semakin terus bergantung pada ekspor komoditas yang hanya butuh daya tenaga fisik, dan bukan kerja otak untuk meningkatkan produktivitas.
PDB dan pertumbuhan industri yang melambat sangat dipengaruhi oleh unsur teknologi/IT.
Total Faktor Productivity Indonesia mandeg dan turun tajam. Tiga perempat sumbangan pertumbuhan dikontribusi oleh modal fisik atau produksi komoditas.
Faktor dalam pertumbuhan yang menggunakan kerja otak dipengaruhi oleh:
1. Teknologi dan Inovasi.
2. Kondisi Pasar dan Ekonomi,
3. Culture and Society.
Pada ketiga faktor tersebut, Indonesia terus mengalami penurunan.
Hal penggunaan modal otot/fisik Indonesia hanya sebanding dengan negara-negara Laos, Myamar, Bhutan, Bangladesh, Fiji dan Brunei yang 71 % produktivitas nya hanya mengandalkan kerja otot/fisik.
Di Indonesia ekspor meningkat lebih cepat dari impor. tetapi mengapa rupiah tetap melemah?
Karena ekspor dilakukan oleh sektor komoditas dan bukan oleh kemampuan pertumbuhan ekspror dari industri yang merata.
Pada 2022, 77 % ekspor batubara dilakukan oleh segelintir grup-grup usaha yang hasil ekspornya tidak dimasukkan ke dalam negeri dan memperkuat cadangan devisa
Tetapi memarkir dana hasil eksport di Luar negeri, sehingga rupiah tetap melemah.
Pertumbuhan ekspor didominasi oleh:
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
1. CPO – 58%,
2. Besi dan Baja, dinikmati oleh hampir semua perusahaan smelter china untuk nikel.
3. Komoditas sawit dan batubara yang menyumbang 52% total ekspor komoditas.
Jadi hanya 3 komoditi itu.
Oleh: Dr Faisal Basri, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)
* Artikel disarikan dari Diskusi Publik Awal Tahun 2023 INDEF “Catatan Awal Tahun 2023 dari Ekonom Senior INDEF” Kamis, 5 Januari 2023.
** Diskusi publik menghadirkan para pembicara: Prof Dr Didin S Damanhuri, Prof Dr Didik J Rachbini, Dr. M.Fadhil Hasan, Dr Faisal H Basri, dan Dr M. Nawir Messi.***