Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
HALLOUPDATE.COM – Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, bersama Menko Polhukam yang sekaligus Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Mahfud MD, memberikan penjelasan sangat baik di hadapan Komisi III DPR.
Mahfud memenuhi janjinya, membuka data agregat dugaan pencucian uang di kementerian keuangan sejelas-jelasnya.
Meskipun terlihat banyak rintangan yang dihadapi, termasuk dari beberapa anggota DPR yang terkesan menebar ancaman pidana dengan alasan membuka informasi rahasia.
Baca Juga:
Menkeu Sri Mulyani Sebut Ekonomi Indonesia Tumbuh Kuat 5,1 Persen di Tengah Tantangan Global
Penjelasan Mahfud sangat mencerahkan, yet konfirmasi dugaan pencucian uang di lingkungan Kementerian Keuangan, sebesar Rp349 triliun.
Dari penjelasan ini banyak hal yang dapat dibedah dan diungkap lebih dalam lagi.
Salah satu topik yang sangat penting dan wajib diusut tuntas adalah terkait dugaan pencucian uang oleh perusahaan impor, tepatnya penyelundup emas senilai Rp189 triliun.
Lapaoran ini sudah diserahkan secara langsung, by hand, kepada pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada 2020.
Baca Juga:
PDIP Tanggapi Soal Megawati Soekarnoputri Belum Tampil di Publik Selama Perselisihan PHPU di MK
Menkeu Sri Mulyani Gelar Pertemuan dengan Sekjen OECD, Mathias Cormann, Hal Ini yang Dibahas
Soal Isu Kader PDIP akan Ikut Langkah Mahfud MD Mundur dari Kabinet Indonesia Maju, Ini Jawabab PDIP
Kepala PPATK juga menjelaskan, dugaan pencucian uang dengan modus yang sama, penyelundupan impor emas senilai Rp180 triliun, juga sudah dilaporkan pada 2017, secara langsung kepada pejabat Bea Cukai.
Kedua perusahaan penyelundup tersebut diduga terafiliasi dengan pemilik yang sama.
Untuk kasus ini, Sri Mulyani mengaku tidak menerima laporan tersebut, baik yang 2017 maupun 2020.
Setelah diserahkan bukti tanda terima, pejabat eselon satu Kementerian Keuangan tersebut akhirnya mengakui menerima laporan tersebut.
Baca Juga:
Menko Polhukam Mahfud MD akan Mundur dari Kabinet Indonesia Maju Begini Tanggapan Presiden Jokowi
Akan Kuatkan Reforma Agraria, Gibran: 110 Juta Sertifikat Sudah Dibagikan dari Sebelumnya 500 Ribu
Meningkat 100 Persen, Transaksi TPPU yang Berkaitan dengan Kampanye Pemilihan Umum 2024
Tetapi, kasusnya kemudian “dikecilkan” atau “dikorupsi”, menjadi kasus pajak, padahal ini merupakan kasus bea cukai terkait penyelundupan.
Menurut Mahfud, Sri Mulyani tidak mempunyai akses terhadap laporan PPATK yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak maupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Artinya, Sri Mulyani tidak bisa mengendalikan anak buahnya di Kementerian Keuangan!
Sungguh bahaya! Bukankah Kementerian Keuangan merupakan yang terbaik dalam melakukan reformasi birokrasi?
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Maka itu, yang menjadi pertanyaan penting adalah, apakah benar Sri Mulyani tidak mempunyai akses terhadap anak buahnya?
Atau anak buahnya siap menjadi penyangga, siap berkorban?
Total dugaan pencucian uang ini mencapai Rp369 triliun, tidak bisa diabaikan. Mahfud wajib mengawal agar kasus penyelundupan ini dapat diusut tuntas.
Terbukti, Kementerian Keuangan tidak bisa diandalkan untuk menyidik kasus ini, karena adanya benturan kepentingan.
Karena penyelundupan ini kemungkinan besar melibatkan orang dalam Bea dan cukai, sehingga tidak mungkin minta mereka melakukan penyidikan.
Mahfud wajib bongkar tuntas kasus ini, dan minta penyidik dari luar Kementerian Keuangan untuk menangani kasus ini, dikawal masyarakat, memberikan status penyidikan kepada masyarakat secara berkala.***